Jumat, 27 Juli 2012

Harga Tempe dan Pertamax Bersaing : Krisis Tempe

Harga Tempe dan Pertamax Bersaing : Krisis Tempe


SBY Angkat Bicara Soal Krisis Tempe & Tahu


Mungkin hanya di indonesia Krisis yang paling aneh, ya KRISIS TEMPE, makanan khas Indonesia yang menjadi bagian gaya hidup baik kalangan atas menengah sampai bawah sekarang haranya sudah dapat melampaui Pertamax. Presiden SBY angkat bicara soal lonjakan harga kedelai di dalam negeri yang memicu aksi mogok produksi para perajin tempe dan tahu. SBY meminta kepada perajin maupun importir kedelai bekerjasama dengan pemerintah terkait lonjakan harga kedelai saat ini. "Saya menyeru kepada dunia usaha dan importir, mari bekerjasama dengan negara. Kalau sudah dibebaskan bea masuknya, maka harga satuan pada konsumen akhir bisa lebih dijangkau rakyat," ujar Presiden SBY.

Seruan ini disampaikannya dalam pembukaan rapat kabinet paripurna di Kantor Presiden, Kamis (25/7/2012). Agenda rapat adalah persiapan materi pidato nota dan postur RAPBN 2013. Sebelumnya dipaparkan, bahwa kenaikan harga kedelai dunia ini adalah dampak kekeringan di AS, Brasil dan Argentina yang adalah produsen utama komoditas itu. Disisi lain, permintaan terhadap kedelai justru meningkat akibat dari pertambahan pesat jumlah penduduk. "Ditambah kompleksitas masalah geopolitik dan krisis ekonomi, kini dunia diharapkan pada tantangan ketersediaan pangan berpengaruh terhadap harga," sambung SBY.

Dampaknya di Indonesia terasa di antaranya dengan naiknya harga kedelai dari Rp 6 ribu per Kg kini menjadi Rp 8 ribu per Kg. Kenaikan ini yang belakangan membuat kerepotan para perajin tempe dan tahu yang merupakan pasar utama kedelai. "Langkah jangka pendek telah kita putuskan, yaitu dengan hapus bea masuk sehingga harapannya bisa tekan kenaikan harga," sambung SBY.

Menteri Pertanian : Tak Usah Panik Harga Tempe-Tahu Naik

Menteri Pertanian (Mentan) Suswono meminta semua kalangan tidak perlu panik jika harga tempe dan tahu naik. "Masyarakat itu mestinya tidak perlu panik atau pengusaha tempe," kata Suswono di Istana Negara Jakarta, Selasa (24/7/2012), malam.

Kenaikan harga tahu dan tempe sebagai imbas kenaikan harga kedelai sebagai bahan baku utama pembuatan tahu dan tempe. Menurut Mentan kenaikan kedelai disebabkan harga impor kedelai dari Amerika naik karena kekeringan melanda negara pengimpor kedelai itu. "Kenaikan harga kedelai ini harusnya menguntungkan petani domestik. Di sisi lain ada konsumen yang diberatkan dengan harga kedelai yang tinggi," kata Mentan.

Dikatakan saat ini pemerintah tidak bisa mengatur tata niaga kedelai, tidak sama saat Bulog zama dulu mengatur 9 bahan pokok untuk penyangga.
"Sekarang kan tidak. Yang bisa dilakukan oleh pemerintah dengan operasi pasar ya hanya beras, kalau kedelai kan tidak," kata dia. Bagi Kementerian Pertanian, kata Mentan, terutama untuk petani saat ini justru merangsang petani untuk menanam kedelai. "Tetapi memang ke depan mau tidak mau harus ada penambahan lahan. Perlu tambahan lahan paling tidak 500.000 hektar untuk kedelai. Sampai saat ini kita belum mendapatkan lahan itu, sehingga produksi masih sedikit," kata Mentan.

Produksi Tempe Terhenti, Cermin Kegagalan Politik Ekonomi SBY?

Kasus terhentinya produksi tahu-tempe menjadi bukti paling sahih kegagalan politik ekonomi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk melindungi kebutuhan pangan rakyat. Demikian disampaikan politisi DPR, Bambang Soesatyo, saat dihubungi di Jakarta, Kamis (26/7/2012). "Pangan rakyat tidak terproteksi karena pemerintahan SBY tidak militan mengejar target revitalisasi sektor pertanian dan tanaman pangan. Gagal, karena pemerintahan SBY sudah terperangkap oleh kebijakan instan impor bahan pangan," ujar Bambang.

Akibatnya, tambah anggota Fraksi DPR Partai Golkar itu, ketergantungan pada bahan pangan impor sudah sampai pada tahap sangat mencemaskan. "Bahkan, sebelum mogok produksi dilancarkan produsen tahu-tempe, pemerintah terlihat sama sekali tak berdaya menyikapi lonjakan harga kedelai, yang diakibatkan oleh terjadinya kekeringan di Amerika Serikat," kata Bambang.

Hingga kini, ungkap Bambang, produksi kedelai di dalam negeri tidak pernah bisa mencukupi kebutuhan. "Permintaan kedelai di dalam negeri per tahun mencapai 1,5 juta ton, sementara produksi dalam negeri maksimal 960.000 ton per tahun. Sisanya harus diimpor dari AS. Terasa amat tragis sebab sebagian besar masyarakat Indonesia harus ikut menanggung risiko kekeringan di AS," paparnya.

Seperti halnya beras, lanjut Bambang, pemerintah semestinya memberikan proteksi maksimal atas stok komoditas kacang kedelai. "Pengamanan stok kacang kedelai seharusnya tidak diserahkan ke pasar bebas, melainkan harus berada dalam kendali pemerintah. Pemerintahlah yang mengelola dan mengendalikan kebijakan politik ekonomi," katanya.

Menurut Bambang, konstitusi mewajibkan politik ekonomi pemerintah prorakyat. Artinya, mengamankan kebutuhan pangan rakyat. "Pasar bebas yang hanya berorientasi pada keuntungan tidak peduli politik ekonomi negara. Maka, negara atau pemerintahlah yang harus menjadi garda terdepan menghadapi perilaku pasar bebas yang ekstrem," ujar Bambang.

Sepotong TEMPE saat ini sudah seharga Pertamax, Tempe Langka, Harga Melambung Hingga Rp10 ribu
Kelangkaan tempe dan tahu di Ibu Kota dan sekitarnya membuat harga tempe yang masih tersisa di pasaran melambung di kisaran Rp5 ribu-Rp10 ribu. Netty, 30, mengaku kaget saat akan membeli tempe di tempat pembuatan tempe di babelan, Bekasi, penjual langganannya mematok harga Rp10ribu.

Padahal, warga Jababeka, Bekasi, itu mengatakan harga tempe yang dibalut plastik bening dengan ukuran plastik seperempat kilogram itu sehari sebelumnya hanya berharga Rp2500. "Dia bilang semua pembuat tempe enggak produksi hari ini, jadi dia jual produksi semalam dengan harga Rp10ribu. Padahal saya sengaja ke pembuat tempe, enggak kebayang harganya di pasaran," papar karyawati di sebuah Bank di daerah Srengseng, Jakarta Barat, kepada Media Indonesia, Rabu (25/7).

Keluhan yang sama juga diungkapkan Maya Susanti, 24, yang menyempatkan diri ke Pasar Kramat Jati sebelum berangkat ke kantornya di bilangan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Warga, Halim, Jakarta Timur, itu pun tak menyangka tempe berbalut daun pisang yang hanya berukuran 20 cm dengan tebal sekitar 3 cm akan dihargai Rp5ribu. "Biasanya cuma Rp2 ribu. Itu pun susah nyarinya," ucapnya.

Mahalnya tempe juga terjadi di Pasar Mikro Bintaro, Jakarta selatan. Desy Nurmawati, 33, harus merogoh koceknya sebesar Rp5ribu untuk tempe yang biasanya hanya seharga Rp2ribu. "Sekarang kalau beli yang lebih kecil sedikit harganya Rp3ribu tapi bungkusnya pakai plastik. Yah pusing juga kalau tempe mahal karena justru kalau mau hemat kita beli tempe, tapi sekarang tempe malah mahal," ucap warga ulujami, Jakarta Selatan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar